Jumat, 16 Mei 2008

Eksperimen Awal Pembuatan Baja Pamor (Damascussteel)


Hasrat yang selalu menggebu dalam benak saya untuk mencoba membuat baja pamor akhirnya terwujud berkat bantuan Pak Susanto, Bu Anie, yang telah susah payah mengupayakan pengadaan material Nickel serta material Standard AISI O1. Berdasarkan referensi dari buku-buku yang di copy dari kang Teddy Kardin ditambah dengan beberapa jurnal dan catatan dari beberapa pembuat pisau yang tergabung dalam American Bladesith Society (ABS), akhirnya saya memberanikan diri untuk mencoba.

Eksperimen pertama saya lakukan didaerah Sukoharjo-Solo, selama 4 hari. Kami berangkat bertiga waktu itu Pak Susanto, Pak Jajang Idris (Perajin pisau di Sukawening, Pasir Jambu Ciwidey, yang belakangan ini didaerahnya lebih akrab dengan panggilan Jajang Rambo. Sebutan tersebut lahir karena Pak Jajang, selalu membuat pisau belati seperti pada Film Rambo). Hari pertama seharian saya mencari alamat perajin yang kebetulan sempat berkenalan pada saat HU.  Kompas, mengadakan pameran serta workshop tosan aji di Bentara Budaya. Hari kedua dan ketiga saya mencoba membuat baja pamor. Saya dan rekan-rekan hanya nonton dan belajar banyak kepada seorang pandai namanya Pak Satiman dibantu dua orang panjak yaitu Mas Bobby, anaknya Pak Satiman serta Mas Harto. Target saya adalah melakukan komparasi antara theory yang kami dapatkan dari buku referensi dengan praktek pembuatannya. Dan akhirnya berhasil membuat beberapa buah bakalan baja pamor, orang Solo menyebutnya adalah kodokan. Pak Satiman, cs merasa kesulitan dalam melakukan proses tempa pada material yang kami bawa. Beliau terbiasa dengan material Standard AISI 4140 atau mereka sebut baja pir. Spesifikasi material yang kami bawa waktu itu adalah AISI O1, yang memang lebih keras karena komposisi karbonnya lebih tinggi disamping ada paduan lainnya. Tetapi ini tidak menjadikan hambatan karena kami terbiasa memperlakukan material tersebut baik dari sisi proses maupun heat treatment nya.

Di Solo kami pun sempat mengunjungi beberapa rekan dari STSI Solo, ditempat ini ada jurusan yang mengkhususkan pada kria tosan aji (sebutan lain untuk baja pamor). Para mpu dan perajin disini memang sudah terbiasa dengan tosan aji. Mereka secara utama mengaplikasikannya pada pembuatan keris tetapi mpu muda lebih kreatif lagi mereka ada yang mengaplikasikannya pada gamelan waktu itu yang kami kenal adalah seniman Solo Ki Hajar Satoto salah satu nya. Saya sangat kagum sama beliau-beliau disana begitu mereka menjaga dan melestarikan budaya ini secara turun temurun dan menghormatinya. Kami sempat berbincang dengan Pak Satiman, beliau begitu bangganya anaknya Bobby sudah bisa menempa bahan baja pamor. Beliau berharap kelak Bobby harus menjadi pandai keris, dan beliau mengarahkan Bobby untuk menjadi panjak dan saat itu dia sudah memulai dengan menjadi panjak di Keraton Solo.

Berbekal pengetahuan praktis serta beberapa referensi tambahan yang ditulis dengan bahasa jawa dan sempat diterjemahkan oleh Pak Pardjo kedalam bahasa Indonesia. Pak Pardjo adalah masih keluarga Mbak Anie. Beliau seorang guru senior pada sekolah dasar. Kami tidak lupa kepada beliau karena beberapa tulisan beliau sangat berharga bagi kami dalam perjalannan pengembangan kudjang pamor. Kami pulang kembali ke Bandung melalui jalur Selatan. Tidak ada habisnya saya berbincang dengan Pak Santo dan Jajang. Akhirnya saya ditanya oleh Pak Santo: "Bayu, kelak pengetahuan ini akan dibawa kemana?". Saya menjawab:"Kelak saya akan aplikasikan untuk pengembangan Kudjang. Rasanya ada yang kurang dari kudjang yang di buat di Jawa Barat. Saya ingin orang sunda menghormati budaya kudjang ini seperti orang jawa tengah terhadap keris.". Pak Santu melanjutkan:"Bisa Bay itu dilakukan?". Saya menjawab dengan optimis: "Bisa Pak, hanya pasti perlu waktu panjang, secara kultur di Jawa Barat berbeda dengan masyarakat Jawa Tengah. Hanya saya yakin kelak pelestarian budaya ini akan berkembang dan orang sunda akan menyukai kudjang.". Saya akan bekerja keras untuk mengembangkan kudjang pamor, harapan saya, Pak Jajang dapat membatu cita-cita saya. Itulah inti percakapan saya bertiga didalam mobil

Tidak ada komentar: